BERBAGI INSPIRASI

  • Hargailah Hak Cipta Orang Lain!

    Para pembaca terhormat, Anda boleh mengutip tulisan-tulisan yang saya muat dalam blog ini. Akan tetapi, marilah menghargai hak cipta saya sebagai penulis artikel. Jika Anda mengutip semua satu tulisan (meng-copy paste), WAJIB meminta izin atau persetujuan saya.

    Tulisan-tulisan saya dalam blog ini bertujuan untuk pembelajaran dan bukan untuk bisnis.

    Saya cari-cari melalui mesin pencarian google, ternyata sudah banyak para pembaca yang memindahkan tulisan-tulisan dalam blog ini, atau tulisan-tulisan yang saya publikasikan di situs lainnya dikutip dan diambil begitu saja tanpa meminta izin dan tanpa mencantumkan nama saya sebagai penulis artikel. Semoga melalui pemberitahuan ini tindakan pengutipan artikel yang tidak sesuai aturan akademis, tidak lagi diulangi. Terima kasih. Ya’ahowu!

  • ..


    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    widget

  • Image

  • Blog Stats

    • 268.153 hits
  • Janganlah……………

    Penginjil Lukas berusaha mewartakan Yesus yang memperhatikan orang-orang lemah dan berdosa. Dalam perikop Lukas 18: 9-14 jelas tampak ciri khas pewartaan Lukas itu. Orang Farisi adalah orang yang taat hukum. Tetapi mereka suka merendahkan orang lain. Terutama pendosa. Kaum Farisi cenderung mengungkit-ungkit kesalahan orang lain. Mereka suka menyombongkan diri. Orang Farisi suka mempermalukan orang berdosa. Merasa diri lebih baik dan lebih benar. Kerendahan hati tiada dalam hati mereka. Celakanya, ketika berdoa di hadapan Allah yang tahu apapun yang kita perbuat, orang Farisi justru bukan berdoa tetapi membeberkan bahwa ia tidak seperti pemungut cukai, pendosa itu. Orang Farisi bukan membawa orang berdosa kembali pada Allah. Bayangkan saja. Pemungut cukai itu tenggelam dalam dosanya. Mestinya,orang Farisi mendoakan dia agar ia kembali kepada Allah. Agar ia bertobat. Rupanya ini tidak muncul. Orang Farisi berlaga sebagai hakim, yang suka memvonis orang lain. Sikap kaum Farisi ini, tidak dibenarkan oleh Yesus.

    Sebaliknya Yesus membenarkan sikap pemungut cukai. Pemungut cukai dalam doanya menunjukkan dirinya tidak pantas di hadapan Allah. Pemungut cukai sadar bahwa banyak kesalahannya. Pemungut cukai mau bertobat, kembali ke jalan benar. Ia tidak cenderung melihat kelemahan orang lain. Ia tidak memposisikan diri sebagai hakim atas orang lain. Ia sungguh menjalin komunikasi yang baik dengan Allah. Pemungut cukai memiliki kerendahan hati. Ia orang berdosa yang bertobat!

    Karakter Farisi dan pemungut cukai ini bisa jadi gambaran sifar-sifat kita sebagai manusia. Kita kadang menggosipkan orang lain. Suka membicarakan kelemahan orang lain. Tetapi kita tidak berusaha agar orang lain kembali ke jalan benar. Kita bahagia melihat orang lain berdosa. Kita membiarkan orang lain berdosa. Kita bangga tidak seperti orang lain yang suka melakukan dosa. Kita sering meremehkan orang-orang yang kita anggap pendosa tanpa berusaha mendoakan mereka. Tugas kita bukan itu. Tugas kita adalah membawa orang lain kembali pada Allah.

    Marilah kita belajar dari pemungut cukai. Ia sadar sebagai pendosa. Dalam doanya, pemungut cukai meminta belaskasihan dan bukan mengadukan orang lain kepada Allah. Pemungut cukai itu telah menemukan jalan pertobatan. Teman-teman, marilah hadir di hadapan Allah dengan rendah hati. Jangan cenderung melihat kelemahan orang lain. Jika Anda ingin orang lain benar dan menjadi lebih baik, doakanlah mereka agar Allah menuntunya ke jalan pertobatan. ***

  • Orang lain adalah neraka?

    "Orang lain adalah neraka" adalah ungkapan pesimisme Sartre, seorang filsuf eksistensialisme yang mencoba menggugat realitas. Tapi, setuju atau tidak, saya mengira jangan-jangan kita yang justru menjadi neraka bagi orang lain. Fenomena dewasa ini cukup melukiskan bahwa manusia telah menjadi penjara, ancaman, bahkan neraka bagi orang lain. Dengarlah radio pasti setiap hari ada yang terbunuh di moncong senjata, belum lagi yang dibunuh melalui aborsi. Coba Anda bayangkan, berapa ribu orang dalam sekejab menjadi mayat. Lantas, kita bertanya, mengapa terjadi semuanya itu. Apa sih yang dimaui manusia itu?
  • Memaafkan…

    Gimana jika seseorang tidak sadar bahwa ia berbuat salah, sering nyakitin kita? Apakah kita tetap menuntut dia untuk minta maaf? Atau gimana caranya agar terjadi rekonsiliasi? Kayaknya susah memang jika demikian kondisinya. Tapi, seorang teolog, Robert Schreiter mengusulkan: seharusnya kita jangan menunggu pihak yang bersalah meminta maaf. Dan, tidak perlu kita menuntut orang lain minta maaf kalau ia tidak mau minta maaf. Mulailah memaafkan yang lain. Hai, korban, mulailah memaafkan yang lain. Imbuhnya. Saya rasa nasehat beliau ini sangat bijak. Nasehat beliau adalah ungkapan spiritual yang paling dalam. Selama ini, yang terjadi adalah kita sulit memaafkan orang-orang yang telah menyakiti kita. Maka, masalah semakin keruh, situasi semakin mengganas, dan ujung-ujungnya kita "memakan" orang lain. Tidak susah memaafkan jika kita rendah hati. Anda setuju? Manakala Anda mengingat orang yang menyakiti Anda, saat itu Anda dipanggil untuk memaafkannya. Maka, semakin sering Anda mengingat orang yang Anda benci, sesering itu pulalah Anda dipanggil untuk memaafkan.

  • Arsip

  • Kategori Tulisan

  • Sahabat Anda Postinus Gulö

  • Halaman

  • Kalender

    Januari 2014
    S S R K J S M
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Archive for Januari, 2014

Datanglah Ya Raja Damai, Aku Berjuang Setia MengabdiMu

Posted by postinus pada Januari 27, 2014


20151027_094628

Oleh Pastor Postinus Gulö, OSC

Berbagai renungan telah terangkai merefleksikan Natal. Ribuan buku telah terbit. Lagu pujian telah ribuan judul. Semua itu untuk menyingkapkan dan memahami misteri agung kelahiran Yesus. Kisah-kisah sederhana pun ditulis untuk menangkap misteri kelahiran Yesus itu. Kisah dan renungan berikut salah satu di antaranya.

Ama Bonus, seorang pemimpin jujur-tulus, dan anti korupsi. Suatu ketika Ama Bonus mengadakan Lomba Memacu Kuda. Ama Bonus memanggil semua bawahannya dan menyampaikan rencananya. Ama Bonus lalu mulai berbicara: Bapak/Ibu dan hadirin semua, di samping kanan panggung ini ada 10 ekor kuda yang tangguh memberi peluang bagi Anda untuk berlari pergi jauh. Siapa di antara kalian yang mau berlomba memacu kuda? Sontak banyak yang berdiri tanda bersedia.

 

Kemudian Ama Bonus menyampaikan pesannya: terima kasih, saya pilih 10 orang dari sekian banyak orang. Sekarang, saya mau bertanya kepada Anda yang 10 orang ini: apakah Anda setia kepada saya? Kalau tidak bersedia setia, saya bisa mengganti`Anda dengan orang lain. Apakah Anda ingin berjuang bersama saya membangun kampung kita ini? Apakah Anda mau berjuang bersama saya untuk memberi yang terbaik pada rakyat? Apakah Anda tidak mementingkan diri sendiri, harta dan kedudukan manakala Anda melayani rakyat? Semua berteriak: kami setia, saya berjuang?

Baiklah, kata Ama Bonus, silahkan berlomba memacu kuda ini, dan ingatlah sejauh kuda berlari, seluas dan selebar itulah tanahmu. Ama Bonus menghitung: satu, dua, tiga…..semua memacu kuda! Dan berlari sekencang-kencangnya.

Baca entri selengkapnya »

Posted in RENUNGAN | Dengan kaitkata: , , | Leave a Comment »

Iman dan Perbuatan

Posted by postinus pada Januari 16, 2014


Bapak Sesa sungguh saleh menurut warga desanya. Dia rajin ke gereja berdoa kepada Allah. Suatu hari ketika dia hendak ke gereja, si Bapak Sesa bertemu dengan seorang lelaki  tua, kumal dan tampak kelaparan. Sebut saja namanya Bapak Kumal. Sambil memelas Bapak Kumal meminta belas-kasihan Bapak Sesa. Apa yang terjadi, Bapak Sesa setengah membentak lalu dia bilang: “hah…kau ini mengganggu orang ke gereja saja. Saya ini buru-buru ke gereja berdoa kepada Allah, saya tidak sempat melayanimu.” Saat berdoa di gereja, yang hadir di depan Bapak Sesa justru wajah si Bapak Kumal tadi. Bapak Kumal berkata kepadanya: “Akulah Allah yang engkau cari di gereja tapi engkau tidak melayaniKu tadi di pinggir jalan.”

Seseorang yang beriman cukup dalam, pasti memiliki kepekaan yang sangat luar biasa mengenai kemanusiaan dan penderitaan orang lain. Iman itu, bukan sekadar diketahui artinya, tapi dilakukan. Iman tidak sama dengan pengetahuan. Iman itu, bukan sekadar kesalehan berdoa saja tapi perlu beramal, punya wujud dalanm tindakan nyata.

 

Dalam Lukas 10: 25-37, tampak di situ bahwa Ahli Taurat hanya ingin mencobai Yesus, dia pura-pura bertanya saja. Yesus itu hebat. Dia lalu memberi ilustrasi yang mendalam tentang “orang Samaria yang baik hati”. Yesus menunjukkan perilaku Kaum Imam dan Lewi yang notabene sering ke Bait Allah, tidak memiliki kepekaan, tidak gampang tergerak memberi pertolongan kepada sesama. Padahal, pasti mereka itu mengetahui bahwa jalan menuju kesalehan adalah beriman dan berbuat. Tetapi ternyata, kaum imam dan Lewi itu hanya sebatas mengetahui, nihil tindakan. Orang yang tampak dekat dengan Allah (Imam & Lewi) kok tak tergerak hatinya menolong korban penyamun itu? Apa yang terjadi dengan mereka? Pertantaan untuk kita: seandainya aku hadir pada saat itu, kira-kira aku termasuk Imam-Lewi atau Orang Samaria?

Kaum Imam dan Lewi pasti beriman kepada Allah. Akan tetapi, mereka tak sampai mempraktekkan apa yang pernah dikatakan oleh Yesus: segala sesuatu yang engkau perbuat untuk salah seorang saudaraKu yang paling hina ini, engkau telah melakukannya untukKu. Orang Samaria itu menolong tidak tanggung-tanggung. Dia menolong dengan tenaganya, waktunya, cintanya, dan hartanya. Padahal, menurut orang Farisi, orang Samaria termasuk kafir karena mereka memiliki tempat doa sendiri. Orang Samaria tak diperhitungkan bahkan terpinggirkan.

Sama seperti Injil Lukas 10: 25-37, Yakobus 2 menegaskan kepada kita bahwa iman mesti diwujudkan dalam tindakan nyata. Iman itu jangan hanya di bibir, jangan seolah-olah hanyalah asesoris agar tampak saleh. Allah tidak menyukai iman yang kosong tanpa disertai perbuatan. Iman sejati akan menghasilkan perbuatan yang sejati pula. Jangan sampai kesalehan dan keimanan hanya ketika kita berada di gereja, di kapel, di ruang doa, keluar dari sana lalu perbuatan-perbuatan kita tak mewujudkan orang beriman tapi orang beringas, kita tak tampak sebagai orang yang sabar.

Saya kira, para murid mau mengikuti Yesus oleh karena sosok Yesus itu meyakinkan, memberi harapan, dan penuh ketulusan. Yesus tidak hanya berkata-kata penuh wibawa tetapi melakukannya dengan tulus. Alangkah indahnya hidup ini jika orang lain melihat kita lalu terpanggil menjadi Abdi Allah. Apakah kita sadar, bahwa pengajaran yang dalam adalah perbuatan? Anda tidak perlu berkata banyak, Anda tidak perlu meyakinkan orang dengan kata-kata yang indah memikat jika sikap dan perbuatan kita sungguh berjuang meraih kesucian, sungguh berjuang melayani penuh ketulusan. Pengajaran dan khotbah yang mendalam adalah perbuatan-perbuatan baik, tindakan memperjuangkan kebenaran dan kelemah-lembutan kepada siapapun. Ibu Teresa sudah melakukan itu. Dia pun dikenang semua kalangan entah sampai kapan. “Kulihat wajah Yesus dalam wajah orang-orang yang menderita”, begitu ungkapan Ibu Teresa.

Perubahan Hidup

Yakobus menekankan bahwa iman sejati kepada Kristus akan menghasilkan perubahan hidup dan perbuatan-perbuatan baik (Yakobus 2:20-26). Yakobus tidak mengatakan bahwa pembenaran adalah oleh iman ditambah perbuatan, namun mengatakan bahwa seseorang yang sudah betul-betul dibenarkan melalui iman akan menghasilkan perbuatan baik dalam hidupnya. Jika seseorang mengaku sebagai orang percaya, namun tidak menyatakan perbuatan baik dalam hidupnya, maka kemungkinan dia tidak memiliki iman yang sejati kepada Kristus (Yakobus 2:14, 17, 20, 26).

Apakah ritme hidup kita yang sering pergi ke ruang sembahyang, ruang doa, ruang kudus, punya buahnya dalam perbuatan-perbuatan kita kepada sesama dan musuh? Apakah kita pernah seperti Ibu Teresa yang melihat Yesus melalui orang-orang yang dia layani? Apakah wajah Yesus bisa kita lihat dalam wajah sesama, hingga musuh? Lalu bagaimana kita perlakukan mereka selama ini?

Posted in My Reflection, RENUNGAN | Leave a Comment »