Bangun Sikap Saling Memiliki di Nias Barat
Posted by postinus pada Desember 22, 2015
Oleh Postinus Gulӧ
“My country, right or wrong; if right, to be kept; and if wrong to be set right” (Negeriku, benar atau salah; jika benar, untuk dijaga tetap benar; jika salah, untuk diperbaiki) . Demikian kata-kata bijak Carl Schurz yang semestinya menjadi sikap warga negara yang hidup dalam sistem demokrasi. Bagi Schurz, di saat negerinya melakukan kesalahan bukan untuk dijadikan bahan olok-olokan; bukan pula untuk dibiarkan hancur atau dihancurkan! Siapapun yang tulus membangun kampung halamannya sekuat tenaga berjuang memperbaiki kesalahan negerinya itu. Schurz hendak menanamkan rasa saling memiliki dan bertanggungjawab pada warga negara. Schurz sangat paham bahwa kritik yang bermakna adalah kritik yang memberi solusi, bukan kritik sebatas olok-olokkan, bukan pula kritik provokatif yang mengarah pada dekonstruktif semata.
Kritik Nihil Solusi
Semangat Schurz di atas ternyata berbanding terbalik dengan kecenderungan beberapa masyarakat Nias Barat. Lihatlah dan bacalah komentar-komentar sinis ketika majalah Tempo online mengutip pernyataan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi yang menyatakan bahwa Nias Barat dan 3 kabupaten lainnya di Papua terancam dihapus status DOB-nya karena tidak memenuhi syarat nilai minimal yakni 70 poin. Nilai Kabupaten Nias Barat hanya 68 poin, kurang dua poin lagi. Pernyataan Gamawan itu sebenarnya termuat di dalam Buku Laporan Hasil Evaluasi Perkembangan 57 Daerah Otonomi Baru tahun 2012. Mesti disadari bahwa hasil evaluasi itu sudah dipublikasikan pada bulan Mei tahun 2013, akan tetapi baru diberitakan majalah Tempo online pada tanggal 13 September 2013. Dalam berita Tempo itu tak satupun dikutip hal-hal apa saja yang menjadi fokus evaluasi Kementerian Dalam Negeri atas Kabupaten hasil pemekaran DOB.
Beberapa masyarakat Nias Barat menayangkan ulang berita Tempo online itu di media sosial, termasuk di dalam grup facebook Forum Nias Barat (FNB). Tanpa mencari tahu poin-poin apa saja yang dievaluasi, mereka berkomentar reaktif: “beginilah kehebatan Pemkab Nias Barat…”.Bahkan ada juga yang menulis begini, “bupati-wakil bupati harus mundur dan mempertanggung-jawabkan..”. Bahkan Silvester Harefa Part I dalam FNB menyerukan: “mari kita demo..kita turunkan sekarang bupati dan wabup Nias Barat, kita jadikan demo seperti di Mesir, saya siap di depan untuk korlap demo….” ada juga komentar-komentar yang bernada menertawakan dan mengolok-olok!
Saya ingat pepatah Latin, “bona diagnosis, bona curatio” (diagnosis yang benar, dapat memberi obat yang benar pula). Jika mampu menemukan akar masalah di Nias Barat, maka memberi peluang untuk menemukan solusinya. Tetapi, jika salah menangkap akar masalah, akan bias untuk menawarkan solusi atasnya; mungkin juga menambah masalah. Oleh karena itulah sangat penting bagi para pemberi komentar untuk tidak asal berkomentar tanpa dasar argumentasi yang objektif-solutif.
Komentar-komentar tersebut cenderung kritik emosional bukanlah kritik rasional yang menawarkan solusi; sekadar asal menyalahkan tapi nihil solusi. Bahkan komentar-komentar itu bernada menyudutkan, sinisme dan mengumbar kebencian. Apakah dengan mundurnya bupati-wakil bupati, lalu nilai Nias Barat memenuhi standar DOB? Justru komentar semacam ini membuat Nias Barat semakin bermasalah. Harus diakui bahwa kita butuh kritik rasional yang dapat dipertanggung-jawabkan dilengkapi dengan data akurat. Seperti kata-kata seorang bijak, orang-orang yang melontarkan kritik rasional pada hakikatnya adalah pengawal jiwa yang bekerja tanpa bayaran. Sebaliknya, mereka yang melontarkan kritik emosional tanpa solusi justru menciptakan masalah baru.
DPRD Nias Barat Harus Bertanggung-Jawab!
Pemberi komentar sarkasme-provokatif itu terlalu tergesa-gesa; terkesan memanfaatkannya sebagai amunisi untuk menyerang pihak-pihak yang tidak disukai, menyerang lawan politik secara subjektif. Padahal majalah Tempo online yang merilis berita itu tidak mencantumkan apa saja hal-hal yang membuat Nias Barat terancam dihapus status pemekarannya sebagai DOB. Lebih dalam lagi, jika para pemberi komentar di dunia maya itu pernah membaca UU Nomor 27 tahun 2009 pastilah mereka mafhum bahwa penyelenggara pemerintahan Nias Barat bukan hanya bupati/wakil bupati berikut SKPD Nias Barat, melainkan juga bapak-Ibu yang terpilih menjadi DPRD Nias Barat. Jika sungguh mengetahui kenyataan sosio-politik Nias Barat, para pemberi komentar itu akan sadar bahwa segala kemacetan dan lambannya pembangunan Nias Barat disebabkan kurang adanya sinergisitas antarpenyelenggara pemerintah daerah tersebut.
Berdasarkan Laporan Hasil Evaluasi Perkembangan 57 Daerah Otonomi Baru tahun 2012, ada 10 fokus evaluasi terhadap DOB yang tidak dikutip sama sekali oleh majalah Tempo online. Ke-10 fokus evaluasi tersebut erat terkait dengan penilaian terhadap aspek perkembangan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang memerlukan kerja sama, saling mendukung dan sikap saling memiliki antara DPRD Nias Barat dengan Pemkab Nias Barat. Merujuk pada 10 fokus evaluasi perkembangan DOB tahun 2012 tersebut, Nias Barat baru mendapat nilai 68 poin. Fokus evaluasi perkembangan DOB itu, yakni:
Pertama, pembentukan organisasi perangkat daerah. Penilaian dilakukan terhadap bentuk produk hukum pembentukan perangkat daerah berupa peraturan penjabat atau Peraturan Daerah (Perda). Fokus evaluasi poin pertama ini erat terkait dengan fungsi legislasi DPRD Nias Barat. Jika nilai Kabupaten Nias Barat jelek pada poin pertama ini, bukan hanya kelemahan Pemkab melainkan DPRD Nias Barat. Lihatlah kenyataan, rancangan 10 Peraturan Daerah yang diusulkan Pemkab Nias Barat kepada DPRD Nias Barat sejak Juli 2011, ternyata baru 8 di antaranya yang disahkan menjadi Perda pada 6 Oktober 2012 oleh DPRD Nias Barat. Sementara Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang notabene berlaku selama 5 tahun, barulah disahkan oleh DPRD Nias Barat menjadi Perda pada pertengahan tahun 2013 ini.
Kelambatan pembahasan dan pengesahan RPJMD Nias Barat itu oleh DPRD Nias Barat, menunjukkan bahwa kurang harmonisnya kedua lembaga yang adalah penentu utama terselenggaranya pemerintahan Nias Barat. Tidak hanya itu, DPRD Nias Barat kurang menunjukkan sikap sense of belonging (rasa memiliki) di Nias Barat. Membaca poin pertama ini saja, DPRD Nias Barat ikut bertanggung-jawab atas terancam dihapusnya status pemekaran Nias Barat sebagai DOB.
Kedua, penilaian pengisian personil dilakukan berdasarkan pada pembentukan organisasi perangkat daerah dalam Peraturan Daerah atau Peraturan Kepala Daerah. Ketiga, penilaian pengisian keanggotaan DPRD dilakukan terhadap pengisian unsur pimpinan dan unsur anggota. Jika Anda tetap mengikuti sosio-politik Nias Barat, membaca poin ketiga ini Anda akan teringat akan apa yang pernah dilakukan oknum 14 DPRD Nias Barat kepada ketuanya pada bulan Juli lalu. Konflik internal DPRD Nias Barat justru diumbar ke publik yang berujung pada pelancaran mosi tidak percaya hingga “penggulingan” Ketua DPRD Nias Barat Ramani Daely oleh Badan Kehormatan (BK). Ditambah lagi, atas tindakan beberapa anggora DPRD Nias Barat pindah partai dan menjadi caleg, berujung pada keluarnya Surat Keputusan Gubernur Sumut agar beberapa anggota dewan itu diganti antarwaktu; walaupun salah seorang di antara mereka menggugat SK Gubernur itu di Pengadilan. Sudah terancam status DOB Kabupaten Nias Barat, malah oknum dewan Nias Barat menghabiskan tenaganya untuk berkonflik, adu kekuatan dengan Pemkab Nias Barat; oknum dewan cenderung kurang fokus menjalankan tugas dan fungsinya sebagai bagian dari penyelenggara pemerintahan di Nias Barat.
Keempat, penilaian penyelenggaraan urusan wajib dan urusan pilihan dilakukan terhadap jumlah urusan wajib dan urusan pilihan yang telah dijabarkan dalam penyusunan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) serta terhadap input dan proses pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan yang merupakan pelaksanaan pelayanan dasar prioritas. Kelima, penilaian pengalihan pembiayaan dan alokasinya; keenam, penilaian pengalihan aset dan dokumen dari daerah induk kepada DOB. Ketujuh, penilaian pelaksanaan penetapan batas wilayah ditetapkan setelah dilakukan penegasan batas dengan tahapan: penelitian dokumen, pelacakan batas, pemasangan pilar batas, pengukuran dan penentuan posisi pilar batas dan penetapan Peraturan Menteri.
Kedelapan, penilaian penyediaan sarana dan prasarana pemerintahan, yakni gedung kantor yang digunakan untuk urusan wajib dan urusan pilihan bagi aparatur pemerintahan. Seandainya melihat fakta, nilai Kabupaten Nias Barat pada tahun 2013 tidak begitu mengkhawatirkan. Sebab, ketika keluar nilai 68 poin itu beberapa proyek pembangunan gedung perkantoran di Nias Barat masih dalam pengerjaan. Pada tahun 2013 ini, gedung sudah ada yang sudah selesai dan ditempati yakni Kantor Bupati Nias Barat. Pada akhir tahun 2013 ini juga akan selesai pembangunan Kantor DPRD, Kantor Dinas PU, Kantor Dinas Pendidikan dan Kantor Bappeda Nias Barat.
Kesembilan, penilaian penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW); dan kesepuluh, pemindahan Ibukota bagi daerah yang ibukotanya dipindahkan. Pada umumnya pembentukan daerah mulai tahun 2007 tidak lagi mencantumkan Ibukota sementara pada undang-undang pembentukan, sehingga tidak ada lagi kegiatan pemindahan Ibukota di DOB.
Nias Barat, Milik Kita Bersama
Membaca analisis di atas, maka sebenarnya yang saya risaukan bukan laporan hasil evaluasi perkembangan DOB yang memberi nilai 68 poin kepada Nias Barat. Pada tahun ini kemungkinan besar nilai Nias Barat sebagai DOB akan terpenuhi karena beberapa gedung perkantoran sudah ada yang selesai dan akan rampung pada tahun ini; ditambah lagi dengan disahkannya RPJMD Nias Barat. Justru yang saya risaukan adalah ketidak-harmonisan antara legislatif-eksekutif untuk bersinergi menyelenggarakan Nias Barat sebagai pemekaran DOB.
Solusi utama semakin membaiknya nilai evaluasi perkembangan DOB Nias Barat adalah kesediaan legislatif-eksekutif untuk saling bekerja-sama dan sama-sama bekerja membangun Nias Barat; tidak saling menjegal adu kekuatan. Kedua lembaga tersebut mesti memiliki kesadaran bahwa Nias Barat adalah milik kita bersama. Para dewan terhormat mestinya sadar bahwa mereka juga penyelenggara pemerintahan Nias Barat. Oleh karenanya mereka wajib menjalankan tugas dan fungsinya demi meningkatnya mutu kesejahteraan masyarakat dan terbangunnya pemerintahan yang baik, benar, dan bersih dari segala praktek korupsi. Bapak dan ibu yang berkesempatan menjadi eksekutif-legislatif perlu menjauhkan diri dari kekuasaan egois, bekerjalah dengan tulus dan benar sesuai undang-undang dan etika profesi yang diberlakukan padamu.
Kepada segenap masyarakat Nias Barat, tokoh akademis, insan pers, dan LSM, marilah kita berkontribusi-produktif memberi solusi di Nias Barat. Marilah membangun sikap saling memiliki di Nias Barat. Marilah kita kontrol penggunaan APBD dan proyek-proyek pembangunan di Nias Barat untuk meminimalisir terjadinya praktek korupsi. Komentar-komentar rasional kita di dunia maya menjadi bagian dari seni menyampaikan kritik perbaikan Nias Barat. Sebaliknya, komentar-komentar emosional bernada olok-olokan justru kontra-produktif, menambah runyam Nias Barat; kita hindari itu.
Sebagai warga Nias Barat marilah memberi dukungan moril kepada bupati-wakil bupati Nias Barat agar berani menindak tegas pejabat SKPD yang lalai dan malas menjalankan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi).
Kita dukung bupati Nias Barat untuk menindak tegas para pegawai yang hanya menikmati gajinya, tapi tidak menjalankan tugas dan kewajibannya. Saya hadir dalam rapat Musyawarah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (Musrenbang RPJPD) Kabupaten Nias Barat (17 s/d 18/9/2013) yang dilaksanakan di Gereja BNKP Simeasi. Sangat mengherankan karena pada paruh hari pertama Musrebang RPJPD yang hanya dilakukan sekali dalam 20 tahun itu, justru banyak SKPD yang sudah meninggalkan ruang rapat; bahkan tidak menghadirinya.
Kemalasan oknum SKPD Nias Barat mengikuti dengan seksama rapat Musrenbang RPJP menunjukkan bahwa oknum SKPD itu belum punya rasa memiliki di Nias Barat. Bahkan mereka itu juga belum maksimal membantu perwujudan kinerja Pemkab sesuai visi-misi kepala daerah. Jika dibiarkan SKPD pemalas itu hanya menambah beban bagi pimpinan Pemkab Nias Barat, dan mengakibatkan Nias Barat tak maju, tak kondusif dan terabaikan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, sekali lagi, marilah kita dukung bupati Nias Barat untuk menindak tegas dan kalau perlu berani merotasi SKPD, pejabat lainnya dan pegawai yang tidak menjalankan tupoksinya. [Postinus Gulӧ, warga Nias Barat. Tulisan ini pernah dimuat dalam situs online www.nias-bangkit.com, 27 September 2013]
Tinggalkan komentar