Sumber foto: akun twitter@Hajilolong
Ahok-Djarot kalah dari pesaingnya Anies-Sandi 19 April 2017 dalam Pilkada DKI Jakarta putaran kedua. Walau 70 % rakyat DKI puas atas kinerja Ahok-Djarot, bukan jaminan kembali duduk sebagai Gubernur-Wakil Gebernur Jakarta. Isu SARA terbukti mematikan akal sehat: Anda berkinerja baik pun belum tentu dipilih sebagian besar rakyat! Jika begitu, politik Tanah Air mundur.
Pemilih sebagian besar memilih alasan primitif dibanding alasan rasional. Tidak cukup Ahok dituduh kafir tetapi juga keturunan Tionghoa. Ahok terus-menerus mereka tempelkan stigma sebagai penista agama.
Presiden Joko Widodo pernah melontarkan kalimat bernas: “Pilkada harus dilewati dengan gembira, bukan dengan memecah persatuan dan kesatuan.” Bersaing tidak boleh menyebar kebencian. Jangan demi jabatan empuk, kau injak sesamamu!
Seharusnya, Anda memilih yang telah terbukti kerja. Seharusnya Anda memilih mereka yang membangun Bhinneka Tunggal Ika, memperkokoh Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia. Kita masih ingat kalimat bijak Pater Frans Magnis Suseno SJ: “Pemilu bukan untuk memilih yang terbaik, tetapi untuk mencegah yang terburuk berkuasa”. Saat Pilkada seharusnya pun demikian.
Kemenangan Kaum Intoleran?
Harapan itu seolah sirna 19 April itu. Kaum intoleran merayakan kemenangannya. Kini preman jalanan semakin lantang bersuara. Seperti kata jurnalis Amerika Serikat Allan Nairn, “they elevate themselves from street killers to theologians”. Mereka berhasil melesatkan reputasi mereka sendiri dari preman jalanan mendadak menjadi ahli agama.
Gayung bersambut. Mereka mampu mendatangkan massa jalanan kapanpun. Demonstrasi mereka laksanakan berjilid-jilid dengan jargon aksi damai dan doa bersama. Mereka berhasil membuktikan: membungkus segalanya dengan agama, ampuh menjungkalkan lawan! Terbukti benar peringatan filsuf Ibnu Rusyd: “Jika kau ingin menguasai orang bodoh, bungkuslah segala sesuatu yang batil dengan kemasan agama”(1126-1198). Kata batil berarti hal-hal palsu, keluar dari kebenaran, sikap munafik dan bahkan perbuatan terlarang. Oleh karena itu, sekali lagi, pemotilisasi agama merupakan peringatan serius untuk politik Tanah Air kita.